Minggu, 21 Agustus 2016

Cara Akses Google Drive dari Microsoft Word

Sumber: http://tekno.kompas.com/read/2015/07/23/170500631/Cara.Akses.Google.Drive.dari.Microsoft.Word




Google punya kabar gembira untukmu yang rajin menyimpan file Microsoft Office ke dalam layanan cloud Drive buatannya. Raksasa internet ini membuat sebuah plug-in agar seluruh file tersebut bisa dibuka langsung dari aplikasi Office.

Umumnya orang-orang menyimpan berbagai dokumen Microsoft Word, Excel dan PowerPoint di penyimpanan cloud agar mudah mengambilnya. Tapi memang tidak semua layanan cloud menyatu dengan aplikasi tersebut, dan dokumen yang ingin dibuka tetap harus diunduh dulu.

Menggunakan plug-in baru buatan Google, semua hal itu berubah. Sekarang kamu bisa menghubungkan Microsoft Office dengan Google Drive. Dokumen dalam format Word, PowerPoint atau Excel, pun bisa langsung dibuka atau disimpan ke layanan cloud itu tanpa harus log inmelalui browser.

Cara mengaktifkan fitur tersebut mudah. Cukup ikuti panduan yang disusun Nextren di bawah ini.

screenshotSign in ke dalam akun Google Drive untuk menghubungkannya dengan Microsoft Word
1. Pertama kamu mesti mengunduh Google Drive plug-in for Microsoft Office dan memasangnya ke komputer desktop atau laptop. Klik di sinibuat mengunduhnya.

2. Setelah plug-in itu dipasang, bukalah salah satu aplikasi Microsoft Office, misalnya Word. Maka akan muncul notifikasi pengaturan plug-inGoogle Drive dan kamu diminta memasukkan email serta passworduntuk otentifikasi.

3. Setelah otentifikasi berhasil, akan diperlihatkan daftar data-data yang akan diakses oleh plug-in tersebut. Setujuilah, maka proses sinkronisasi kedua aplikasi pun dimulai.

screenshotPengguna bisa langsung menyimpan dokumen Word ke dalam Google Drive, atau membukanya tanpa harus log in via browser
4. Selanjutnya, kamu cukup mengklik logo Microsoft Office di sisi kiri atas (Nextren menggunakan Microsoft Office 2007 untuk mencobanya). Pada bagian bawah menu terdapat opsi berupa logo Google Drive.

Jika memilih logo tersebut, maka kamu akan dapat mengakses seluruh file yang ada di Google Drive. Bila ingin menyimpan dokumen baru ke Google Drive pun mudah, cukup pilih logo penyimpanan cloud itu dan pilihlah Save to Google Drive atau Save As.

Maka dokumen-dokumen yang sedang dibuat bisa tersimpan rapi di dalam layanan Google Drive hanya dalam satu langkah sederhana.

Minggu, 31 Juli 2016

Komik Cerita Rakyat Indonesia

Komik Dongeng Rakyat Malin Kundang

Sangkuriang - Cerita Rakyat Nusantara


Alkisah, di daerah Jawa Barat, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu Sungging Perbangkara. Ia sangat gemar berburu binatang di hutan. Suatu hari, seusai berburu, Prabu Sungging membuang air kecil (pipis) pada daun caring(keladi hutan). Saat ia meninggalkan tempatnya buang air kecil, tiba-tiba seekor babi yang bernama Wayungyang datang meminum air seninya yang tergenang di daun keladi itu. Rupanya air seni Prabu Sungging mengandung sperma sehingga menyebabkan Wayungyang hamil. Beberapa bulan kemudian, Wayungyang pun melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik jelita. Setelah membersihkan tubuh bayi itu dengan menjilatnya, Wayungyang meletakkannya di atas batu besar di balik semak-semak, dengan harapan ayahnya (Prabu Sungging) akan menemukannya.
Ternyata harapan Wayungyang tercapai. Tak berapa lama setelah ia meninggalkan bayi itu, Prabu Sungging lewat di tempat itu dan mendengar ada suara tangisan bayi dari arah semak-semak. Dengan hati-hati, Prabu Sungging berjalan perlahan-lahan mendekati sumber suara itu dan mendapati seorang bayi perempuan mungil dan berparas cantik tergeletak di atas sebuah batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia pun membawa pulang bayi itu ke istana. Sang Prabu memberinya nama Dayang Sumbi. Ia merawat dan membesarkan Dayang Sumbi dengan penuh kasih sayang.
Waktu terus berjalan. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Selain cantik, ia juga sangat mahir menenun dan pandai memasak. Tak heran jika para raja dan pangeran silih berganti datang melamarnya. Namun, tak satu pun lamaran yang diterimanya. Ia tidak ingin terjadi pertumpahan darah di antara para raja dan pangeran tersebut dengan hanya menerima salah satu pinangan dari mereka. Akhirnya, dengan restu sang Prabu, Dayang Sumbi mengasingkan diri ke sebuah hutan lebat yang terletak jauh dari istana. Sang Prabu membuatkannya sebuah pondok di pinggir hutan dan menyiapkan alat-alat tenun kesukaannnya. Di pondok itulah, Dayang Sumbi menghabiskan waktunya sambil menenun kain.
Pada suatu malam, ketika Dayang Sumbi sedang menenun kain, tiba-tiba segulungan benangnya terjatuh dan berguling ke luar pondoknya. Karena malam sudah larut, ia merasa takut untuk mengambil gulungan kain itu. Tanpa disadarinya tiba-tiba terlontar ucapan dari mulutnya.
“Siapapun yang mau mengambilkan benang itu untukku, jika dia perempuan akan kujadikan saudara, dan jika dia laki-laki akan kujadikan suamiku,” ucapnya.
Tanpa diduga sebelumnya, tiba-tiba seekor anjing jantan berwarna hitam datang menghampirinya sambil membawa gulungan benang miliknya. Namun, apa hendak dikata, ia sudah terlanjur berucap. Ia harus menepati janjinya.
“Baiklah, Anjing. Aku akan mempertanggung jawabkan ucapanku. Meskipun kamu seekor anjing, aku tetap bersedia menjadi istrimu,” kata Dayang Sumbi.
Mendengar perkataan Dayang Sumbi, anjing hitam itu tiba-tiba menjelma menjadi seorang pemuda yang sangat tampan. Dayang Sumbi sangat terkejut dan heran menyaksikan kejadian itu.  
“Hei, kamu siapa dan dari mana asal-asulmu?” tanya Dayang Sumbi penasaran.
“Maaf, Tuan Putri! Saya adalah titisan Dewa,” jawab pemuda itu.
Akhirnya, Dayang Sumbi dan pemuda tampan itu saling jatuh dan menikah. Keduanya bersepakat untuk merahasiakan hubungan mereka kepada siapa pun, termasuk kepada Prabu Sungging Perbangkara. Sejak saat itu, ke mana pun Dayang Sumbi pergi, ia selalu ditemani oleh suaminya. Dayang Sumbi memanggilnya dengan si Tumang.  
Setelah setahun menikah, mereka pun dikaruniai seorang anak laki-laki yang tampan. Mereka memberinya nama Sangkuriang. Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang rajin dan pandai. Setiap hari, ia ditemani si Tumang pergi ke hutan untuk berburu rusa dan mencari ikan di sungai. Namun, ia tidak menyadari bahwa anjing yang selalu menenaminya itu adalah ayah kandungnya sendiri.
Pada suatu hari, Sangkuriang pergi berburu rusa ke tengah hutan. Hari itu, ia sangat berharap bisa mendapatkan hati seekor rusa untuk dipersembahkan kepada ibunya. Sudah hampir seharian ia berburu, namun tak seekor binatang buruan pun yang menampakkan diri. Sangkuriang pun mulai kesal dan memutuskan untuk berhenti berburu. Ketika akan pulang ke pondoknya, tiba-tiba seekor rusa berlari melintas di depannya. Ia pun segera memerintahkan si Tumang untuk mengejarnya.
“Tumang! Ayo kejar rusa itu!” seru Sangkuriang.
Beberapa kali Sangkuriang berteriak menyuruhnya, namun si Tumang tetap tidak beranjak dari tempatnya. Ia pun semakin kesal melihat kelakuan si Tumang.
“Hei, Tumang! Apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu tidak mau menuruti perintahku?” bentak Sangkuriang sambil mengancam si Tumang dengan panahnya.
Tanpa disadarinya, tiba-tiba anak panahnya terlepas dari busurnya dan tepat mengenai kepala si Tumang. Anjing itu pun tewas seketika. Sangkuriang kemudian mengambil hati si Tumang untuk dipersembahkan kepada ibunya. Sesampainya di pondok, ia menyerahkan hati itu kepada ibunya untuk dimasak. Setelah menyantap hati itu, tiba-tiba Dayang Sumbi teringat pada si Tumang. Ia pun menanyakan keberadaan si Tumang.
“Mana si Tumang? Bukankah tadi dia pergi bersamamu?” tanya Dayang Sumbi dengan cemas.
“Maaf, Bu! Saya telah membunuhnya. Hati yang ibu makan itu adalah hati si Tumang,” jawab Sangkuriang dengan tenang, tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Seketika itu pula Dayang Sumbi menjadi murka. Ia sangat marah karena Sangkuriang telah membunuh ayah kandungnya sendiri.
“Apa katamu? Kamu telah membunuhnya? Dasar anak tidak tahu diri!” seru Dayang Sumbi seraya memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi hingga berdarah dan meninggalkan bekas.
Sambil menangis tersedu-sedu, Sangkuriang berusaha untuk membela diri. Ia merasa bahwa dirinya tidak bersalah. Ia melakukan semua itu tidak lain hanya untuk menyenangkan hati ibunya. Akan tetapi, Dayang Sumbi menganggap dia telah melakukan kesalahan besar, karena membunuh ayah kandungnya sendiri. Namun, Dayang Sumbi tidak mau menceritakan hal itu kepada Sangkuriang, karena takut rahasianya terbongkar. Merasa ibunya tidak lagi sayang kepadanya, Sangkuriang pun pergi mengembara dengan menyusuri hutan belantara.
Sejak itu, Dayang Sumbi selalu duduk termenung. Ia merasa sangat menyesal telah memukul dan membiarkan putranya pergi meninggalkannya. Setiap malam ia berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar ia dapat bertemu kembali dengan putranya. Berkat ketekunannya, Tuhan pun mengambulkan doanya. Tuhan memberinya kecantikan yang abadi agar wajahnya tidak berubah termakan oleh usia, sehingga putranya masih dapat mengenalinya.
Sementara itu di di tengah hutan belantara, Sangkuriang berjalan sempoyongan sambil memegang kepalanya yang terluka. Karena tidak kuat lagi menahan rasa sakit, akhirnya ia jatuh pingsan. Cukup lama ia tidak sadarkan diri. Betapa terkejutnya ketika ia tersadar. Ia melihat seorang tua laki-laki yang tidak pernah ia lihat sebelumnya sedang duduk di sampingnya.
“Kakek siapa? Aku ada di mana?” tanya Sangkuriang heran.
“Tenanglah, Anak Muda! Kakek adalah seorang pertapa. Nama Kakek Ki Ageng. Kakek menemukanmu sedang pingsan dan terluka parah di tengah hutan. Kamu sekarang berada di dalam gua tempat Kakek bertapa,” jawab orang tua itu.
Kemudian Ki Ageng menanyakan tentang asal-usul Sangkuriang. Namun, Sangkuriang tidak bisa lagi mengingat masa lalunya. Bahkan namanya sendiri pun ia lupa. Akhirnya, Ki Ageng memanggilnya Jaka. Ki Ageng merawat Jaka sampai lukanya sembuh dan mengajarinya ilmu bela diri dan kesaktian. Setelah beberapa tahun berguru kepada Ki Ageng, Sangkuriang pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan sakti mandraguna. Dengan kesaktiannya, ia dapat memanggil serta memerintahkan makhluk-makhluk halus.
Pada suatu hari, Jaka meminta izin kepada gurunya untuk pergi mencari tahu masa lalunya. Setelah mendapat restu dari Ki Ageng, berangkatlah ia menyurusi hutan. Ia berjalan mengikuti ke mana pun kakinya melangkah hingga akhirnya menemukan sebuah gubuk di tepi hutan. Karena merasa sangat haus, ia pun mampir di pondok itu untuk meminta air minum. Rupanya, penghuni pondok itu adalah seorang wanita cantik jelita yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Saat pertama kali melihat wajah wanita itu, Jaka tiba-tiba teringat kepada ibunya. Namun, ia tidak yakin kalau wanita itu adalah ibunya, karena sudah sekian lama mereka berpisah dan tentu wajahnya tidak akan secantik itu. Begitupula Dayang Sumbi, ia tidak pernah mengira kalau Jaka itu adalah putranya. Akhirnya, keduanya pun saling jatuh cinta dan bersepakat untuk menikah.
Keesokan harinya, saat akan berangkat berburu ke hutan, Jaka meminta calon istrinya untuk mengencangkan dan merapikan ikat kepalanya. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi ketika sedang merapikan ikat kepala Jaka. Ia melihat ada bekas luka di kepala Jaka. Bekas luka itu mirip dengan bekas luka yang ada di kepala putranya yang terkena pukulannya dua puluh tahun yang lalu. Dayang Sumbi pun menanyakan tentang penyebab bekas luka itu kepada Jaka.
“Kenapa ada bekas luka di kepalamu, Jaka?” tanya Dayang Sumbi.
Jaka tidak bisa mengingat penyebab bekas luka yang ada di kepalanya. Ia hanya menceritakan kepada Dayang Sumbi bahwa ada seorang pertapa menemukan dirinya sedang pingsan dan terluka parah di tengah hutan. Mendengar cerita itu, maka yakinlah Dayang Sumbi bahwa calon suaminya itu adalah putranya sendiri, Sangkuriang.
Dayang Sumbi pun bingung. Ia tidak mungkin menikah dengan putranya sendiri. Ia berusaha untuk meyakinkan Sangkuriang bahwa dia adalah putranya. Untuk itu, ia meminta kepada putranya agar membatalkan pernikahan mereka. Namun, Sangkuriang tidak percaya pada kata-kata ibunya. Hatinya sudah terbelenggu oleh rasa cinta dan bersikeras ingin menikahi Dayang Sumbi.
Melihat sikap putranya itu, Dayang Sumbi semakin bingung dan ketakutan. Setiap hari ia berpikir untuk mencari cara agar pernikahan mereka dibatalkan. Setelah berpikir keras, akhirnya ia pun menemukan sebuah cara. Ia akan mengajukan dua syarat kepada Sangkuriang. Jika kedua syarat tersebut dapat dipenuhi oleh Sangkuriang, maka ia akan menikah dengannya. Sebaliknya, jika Sangkuriang gagal, maka pernikahan mereka pun dibatalkan. Suatu malam, Dayang Sumbi menyampaikan kedua syarat itu kepada Sangkuriang.
“Jika kamu bersikeras ingin menikahiku, kamu harus memenuhi dua syarat,” kata Dayang Sumbi.
“Apakah syaratmu itu, Dayang Sumbi? Katakanlah!” desak Sangkuriang.
“Kamu harus membuatkan aku sebuah danau dan sebuah perahu. Tapi, danau dan perahu itu harus selesai sebelum fajar menyingsing di ufuk timur,” jawab Dayang Sumbi.
“Baiklah, Dayang Sumbi! Saya menyanggupi semua syaratmu,” jawab Sangkuriang dengan penuh keyakinan.
Dengan kekuatan cinta dan kesaktiannya, Sangkuriang pun segera memanggil dan mengerahkan seluruh pasukannya yang berupa makhluk-makhluk halus untuk membantu menyelesaikan tugasnya. Setelah pasukannya siap, mereka pun menggali tanah dan menyusun batu-batu besar untuk membendung aliran air Sungai Citarum sehingga membentuk sebuah danau. Kemudian mereka menebang kayu-kayu besar untuk dibuat perahu. Saat tengah malam, Dayang Sumbi secara diam-diam mengintai pekerjaan Sangkuriang dan pasukannya. Betapa terkejutnya ia ketika melihat mereka hampir menyelesaikan semua permintaannya.
Dayang Sumbi pun gusar. Ia segera berlari ke desa terdekat untuk meminta bantuan kepada masyarakat agar menggelar kain sutra berwarna merah di arah sebelah timur tempat Sangkuriang dan pasukannya bekerja. Tak berapa lama setelah kain sutra hasil tenunan Dayang Sumbi digelar, tampaklah cahaya berwarna kemerahan di arah timur sehingga seolah-olah hari sudah pagi. Ayam jantan pun mulai berkokok saling bersahut-sahutan. Para makhlus halus yang melihat cahaya merah dan mendengar suara ayam berkokok mengira hari sudah pagi. Mereka pun segera melarikan diri dan meninggalkan perahu yang hampir selesai.  
Saat mengetahui dirinya diperdaya oleh Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi murka. Dengan kesaktiannya, ia menjembol bendungan yang sudah dibuat bersama pasukannya, sehingga terjadilah banjir besar. Kemudian ia menendang perahu yang hampir selesai hingga terbang melayang dan jatuh menelungkup. Konon, perahu itu kemudian menjelma menjadi sebuah gunung yang kini dikenal dengan nama Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban perahu dalam bahasa Sunda berarti perahu yang terbalik.
Setelah peristiwa itu, Dayang Sumbi melarikan diri ke arah Gunung Putri. Setibanya di Gunung Putri, ia tiba-tiba menghilang dan berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Sementara Sangkuriang yang mengejarnya kehilangan jejak dan akhirnya sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung dan menghilang ke alam gaib. 
* * *
Demikian legenda Sangkuriang dari daerah Jawa Barat, Indonesia. Secara garis besar, ada dua nilai-nilai yang terkandung dalam cerita di atas, yaitu nilai moral dan nilai sosial. Nilai moral tersebut terlihat pada sikap Dayang Sumbi yang teguh (konsisten) dalam menepati janji yang telah diucapkannya, yaitu bersedia menikah dengan siapa pun yang mengambilkan gulungan benangnya, yang ternyata adalah seekor anjing. Dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa betapa pun pahit akibat yang akan ditanggungnya, seseorang harus teguh menepati janjinya.  
Nilai sosial yang terkandung dalam cerita di atas adalah bahwa di kalangan masyarakat Sunda (Jawa Barat), percintaan atau pernikahan antara ibu dengan anak (incest) merupakan perbuatan yang dilarang (haram). Sebab, jika hal tersebut terjadi, maka nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat akan hancur. Hal ini dapat dilihat pada usaha yang telah dilakukan Dayang Sumbi dalam menggagalkan pernikahannya dengan putranya sendiri, Sangkuriang. Ia mengajukan dua syarat yang diyakini mustahil dapat dipenuhi oleh Sangkuriang. Namun, ketika Sangkuriang hampir berhasil memenuhi persyaratannya, Dayang Sumbi tetap berusaha untuk menggagalkan pernikahan mereka dengan membuat suasana seolah-olah hari sudah pagi, sehingga Sangkuriang dan para pasukannya menghentikan pekerjaannya, dan usahanya berhasil. 
 
(Samsuni/sas/145/05-09) - Sumber : ceritarakyatnusantara.com

Sejarah Baden Powell Bapak Pramuka Sedunia

Sejarah Baden Powell yang menjadi Bapak Pramuka Sedunia (Chief Scout of the World) tidak bisa dipisahkan dari sejarah kepramukaan di dunia dan di Indonesia. Selain sebagai pendiri gerakan kepramukaan sedunia, pengalaman Lord Robert Baden Powell lah yang mendasari pembinaan remaja di Inggris yang kemudian berkembang dan diadaptasi sebagai sistem pendidikan kepramukaan di seluruh dunia.

Robert Stephenson Smyth Baden Powell atau Baron Baden Powell I yang kemudian terkenal sebagai Baden Powell, BP, atau Lord Baden Powell, lahir di Paddington, London pada 22 Februari 185. Nama kecilnya Robert Stephenson Smyth Powell. Powell merupakan nama keluarga dari ayahnya, Baden Powell yang merupakan seorang pendeta dan dosen Geometri di Universitas Oxford. Sedangkan Smyth diambil dari nama ibunya, Henrietta Grace Smyth. Ayah Stephenson (Baden Powell) meninggal dunia saat Stephenson masih berusia 3 tahun.

Karena ditinggal mati oleh ayahnya sejak kecil, Robert Stephenson mendapatkan pendidikan watak dan aneka keterampilan dari ibu kakak-kakaknya. Peran ibu bagi Baden Powell bahkan pernah diungkap langsung oleh beliau dengan kalimat, “Rahasia keberhasilan saya adalah ibu saya.”

Sejak kecil Baden Powell dikenal anak yang cerdas, gembira, dan lucu sehingga banyak disukai oleh teman-temannya. Di samping itu Baden Powell pun pandai bermain musik (piano dan biola), teater, berenang, berlayar, berkemah, mengarang, dan menggambar.

Baden Powell
Baden Powell

Setamat sekolah di Rose Hill School, Tunbridge Wells, Robert Stephenson (Baden Powel) mendapat beasiswa untuk sekolah di Charterhouse. Dan setelah dewasa, Baden Powell bergabung dalam ketentaraan Inggris. Beliau sering ditugaskan di luar Inggris seperti bergabung dengan 13th Hussars di India (1876), dinas khusus di Afrika (1895), memimpin Pasukan Dragoon V (1897), pemimpin resimen di Zulu Afrika Selatan (1880), Kepala Staf di Rhodesia Selatan (sekarang dikenal Zimbabwe) tahun 1896, memimpin The Mafeking Cadet Corps di Mafeking, Afrika Selatan (1899-1900).

Selama menjadi tentara, banyak hal yang dialaminya. Pengalaman itu diantaranya:
  1. Saat menjadi pembantu Letnan pada 13th Hussars yang berhasil mengikuti jejak kuda yang hilang di puncak gunung serta melatih panca indera kepada Kimball O’Hara.
  2. Bersama The Mafeking Cadet Corp, mempertahankan kota Mafeking, Afrika Selatan, meskipun dikepung bangsa Boer selama 127 hari dalam kondisi kekurangan makan. Padahal The Mafeking Cadet Corp hanyalah pasukan pembawa pesan yang tidak berpengalaman menghadapi musuh.
  3. Mengadakan latihan bersama dan bertukar kemampuan survival dengan Raja Dinizulu di Afrika Selatan.
Berbagai pengalaman tersebut ditulis dalam buku berjudul 'Aids to Scouting' pada tahun 1899. Buku ini sebenarnya merupakan panduan bagi tentara muda Inggris dalam melaksanakan tugas penyelidik. Buku ini kemudian terjual laris di Inggris. Bahkan tidak hanya dibaca oleh para tentara saja tetapi digunakan juga oleh para guru dan organisasi pemuda.

Baden Powell
Baden Powell bersama pramuka

Melihat banyaknya pengguna buku 'Aids to Scouting', dan atas saran William Alexander Smith (Pendiri Boys Brigade; salah satu Organisasi Kepemudaan di Inggris) Baden Powell berniat menulis ulang buku tersebut untuk menyesuaikan dengan pembaca remaja yang bukan dari ketentaraan. Untuk menguji ide-ide barunya, pada 25 Juli - 2 Agustus 1907 Baden Powell menyelenggarakan perkemahan di Brownsea Island bersama dengan 22 anak lelaki yang berlatar belakang berbeda. Hingga pada tahun 1908 terbitlah buku 'Scouting for Boys' yang kemudian menjadi acuan kepramukaan di seluruh dunia.

Tahun 1910, atas saran Raja Edward VII, Baden Powell memutuskan pensiun dari ketentaraan dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal untuk fokus pada pengembangan pendidikan kepramukaan. 

Pada Januari 1912 Baden Powell bertemu dengan Olave St Clair Soames saat di atas kapal dalam lawatan kepramukaan ke New York. Mereka kemudian menikah pada tanggal 31 Oktober 1912. Mereka tinggal di Hampshire, Inggris dan dianugerahi 3 orang anak (satu laki-laki dan dua perempuan), yaitu: Arthur Robert Peter (Baron Baden-Powell II), Heather Grace (Heather Baden-Powell), dan Betty Clay (Betty Baden-Powell).

Baden Powell bersama istrinya, Olave Soames
Baden Powell bersama istrinya, Olave Soames

Tahun 1930-an Baden Powel mulai sakit-sakitan. Pada tahun 1939 Baden-Powell dan Olave memutuskan pindah dan tinggal di Nyeri, Kenya. Hingga pada tanggal 8 Januari 1941 Baden Powell meninggal dan dimakamkan di pemakaman St. Peter, Nyeri.

Semasa hidupnya Baden Powell mendapatkan berbagai gelar kehormatan, termasuk gelar Lord dari Raja George pada tahun 1929. Pun Baden Powell aktif menulis berbagai buku baik tentang kepramukaan, ketentaraan, maupun bidang lainnya. Beberapa buku tentang kepramukaan yang ditulisnya antara lain, Scouting for Boys (1908), The Handbook for the Girl Guides or How Girls Can Help to Build Up the Empire (ditulis bersama Agnes Baden-Powell; 1912), The Wolf Cub's Handbook (1916), Aids To Scoutmastership (1919), Rovering to Success (1922), Scouting Round the World (1935) dll.

Itulah kisah atau sejarah Baden Powell, Sang Bapak Pramuka Sedunia yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah kepramukaan dunia maupun di Indonesia. Tentang Sejarah Perkambangan Pramuka Dunia, Sejarah Perkembangan Pramuka di Indonesia, dan Daftar Lengkap Buku Karya Baden Powell akan ditulis dalam lain kesempatan.

Tongkat Pramuka, Ukuran, Warna, dan Penggunaan

Tongkat Pramuka, Ukuran,  Warna, dan Penggunaan - Tongkat pramuka menjadi sebuah kelengkapan bagi anggota Gerakan Pramuka, terutama Pramuka Penggalang. dalam setiap kegiatannya. Tongkat Pramuka ini memiliki ketentuan tersendiri terkait dengan ukuran tongkat, warna tongkat, bahan, dan penggunaan, baik cara penggunaan tongkat saat baris-berbaris maupun di luar PBB.

Bahan, Ukuran, dan Warna Tongkat Pramuka


Tongkat pramuka dibuat dari bahan bambu atau kayu yang dibuat silinder. Ukuran panjang tongkat pramuka adalah 160 cm (1,6 meter) dengan diameter sekitar 5 cm. Tongkat diberikan warna bebas sesuai dengan aspirasi, keinginan, dan kreatifitas masing-masing. Jika semua anggota satu regu membawa tongkat, warna tongkat diusahakan seragam untuk menunjukkan kekompakan regu.

Sering kali dijumpai tongkat pramuka yang diwarnai menjadi tiga bagian, yaitu merah di kedua ujungnya dan putih di bagian tengahnya. Bagian ujung yang berwarna merah berukuran masing-masing 30 cm, sedangkan bagian tengah yang berwarna putih berukuran 100 cm. Aturan pewarnaan tongkat tersebut tidak salah namun juga tidak wajib. Karena sekali lagi, masing-masing regu bebas untuk mewarnai tongkatnya sesuai dengan kreatifitasnya.
Penggalang dengan tongkat pramuka


Penggunaan Tongkat Pramuka


Tongkat pramuka adalah peralatan serba guna bagi pramuka, sehingga wajar jka dianggap sebagai senjatanya pramuka. Bagi pramuka siaga, tongkat bisa hanya dibawa oleh Pimpinan Barung saja untuk melekatkan bendera barung. Bagi Pramuka Penggalang, selain pemimpin regu (untuk melekatkan bendera regu), tongkat pramuka biasa dibawa oleh setiap anggota regu dan digunakan dalam setiap kegiatan, meskipun tidak wajib.

Sebagai alat serba guna, tongkat pramuka memiliki berbagai manfaat dan kegunaan. Penggunaan tongkat pramuka tersebut antara lain untuk :

  1. Tiang tenda
  2. Pembuatan pionering, mulai dari pionering gapura, tiang bendera, rak sepatu, jemuran pakaian, dan lain sebagainya.
  3. Pembuatan tandu darurat (dragbar)
  4. Alat pertahanan diri, termasuk terhadap hewan liar
  5. Alat bantu menaksir tinggi, menaksir jarak, dan lain sebagainya.
  6. Alat bantu pengepakan barang (membawa, mengangkut, dan memindahkan barang)
  7. Baris Berbaris (Baca : Cara Menggunakan Tongkat  Dalam Baris Berbaris)
Mengingat pentingnya kegunaan tongkat pramuka perlu diperhtaikan dalam pemilihan bahan tongkat yang harus mempertingbangkan kekuatan dan ukuran tongkat. Jika diperlukan, dapat ditambahkan tanda-tanda pada tongkat yang menunjukkan ukuran-ukuran tertentu. Semisal panjang 1 meter, 30 cm, dll.
Yang tidak kalah pentingnya adalah perawatan tongkat. Dengan perawatan dan penyimpanan yang benar, akan menjaga kualitas tongkat. Sehingga saat sewaktu-waktu tongkat dibutuhkan untuk membuat sesuatu (semisal tandu darurat) dapat berfungsi dengan baik

Demikian perincian tentang tongkat pramuka. Salam Pramuka